Minggu, 01 Maret 2015

Ghurur II (Buaian dan Harapan)

Setiap manusia selalu memiliki harapan terwujudnya keinginan-keinginan. Seorang pedagang berharap laba besar, seorang petani berharap panen raya, seorang pegawai berharap gaji berlipat,hal yang lumrah pada diri manusia. Seorang artis berharap tenar namanya, seniman berharap masyhur karyanya, hal wajar dalam benak kita.
Ada perbedaan tipis dalam perasaan harapan (rojak) dengan buaian (tamanniy) namun memiliki perbedaan yang bertolak belakang, karena harapan memungkinkan terwujud sedangkan buaian tidaklah mungkin terwujud.

Seorang pejabat tinggi dengan harapan gaji tinggi adalah wajar, namun bila harapan dari pegawai rendah tentunya hanyalah buaian.
Demikian pula Alloh yang Maha Pengasih dan Penyayang adalah tambatan bagi setiap hamba berharap kasih sayang-Nya. Tentunya adalah berbeda terwujudnya kasih sayang pada harapan mereka para hamba yang patuh pada-Nya, dengan harapan hamba yang selalu berbuat durhaka. Seorang hamba yang durhaka tentunya tertipu dengan buaian luasnya kasih sayang Alloh, merasakan masih dalam batas toleransi kasih sayang-Nya dan dalam perlindungan yang aman.
As Syaikh Hasan al Bashri menjawab pernyataan suatu kaum yang selalu berharap kasih sayang Alloh namun enggan berbuat baik.
"Jauh... jauh sekali, pernyataan mereka itu adalah buaian yang diunggul-unggulkan. Seseorang yang berharap sesuatu tentunya ia berusaha mendapatkanya. Seperti halnya, seorang yang berharap memiliki anak tanpa nikah dia adalah gila. Demikian pula hamba yang berhadap mendapatkan kasih sayang Alloh tanpa berbuat baik dan meninggalkan durhaka, dia adalah tertipu".
Sebagaimana kejelasan di atas bila seseorang telah banyak berbuat kebaikan dan dirundung ketakutan akan tidak terwujudnya harapan-harapannya sehingga selalu menambah dengan amal-amal sholih yang lain, dialah orang yang cerdas.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Ghurur II (Buaian dan Harapan)